Budaya Islam Wetu Telu - Langsung Ke Blog

Budaya Islam Wetu Telu

Di tanah Lombok ada masyarakat islam yang masih memperaktekan ritual agama Hindu, Budha, dan Animisme. Ini terlihat dari ritual pemujaan terhadap roh leluhur dan para dewa. hal ini di sebabkan proses Islamisasi yang belum tuntas, agama mereka terkenal dengan sebutan Islam Wetu Telu.

Ajaran islam pertama kali masuk ke Lombok Nusa Tenggara Barat pada abad ke 13,  di bawa oleh seorang bangsawan dari Majapahit yang bernama Raden Bambang Sari, ke datangan Raden Bambang Sari adalah untuk berhijrah setelah kerajaan Majapahit jatuh ke tangan kerajaan Demak.

Raden Bambang Sari menyebarkan Islam melalui Sembalun, hanya mengajarkan kalimat Syahadat dan pengucapan Basmalah atau bismile dalam sebutan masyarakat Lombok tetapi tidak di ajarkan tentang halal, haram, sholat, zakat dan yang lain – lain.

Dalam perkembangan selanjutnya tersebutlah ke datangan seorang utusan Wali Songo yakni Sunan Prapen atau Pangeran Seno Pati. Sunan Prapen yang tak lain adalah anak dari Sunan Giri membawa misi untuk menyempurnakan ajaran sebelumnya namun sebelum tuntas melaksanakan niatnya Sunan Prapen harus kembali ke Pulau Jawa, akibatnya hingga saat ini masyarakat Wetu Telu hanya menjalankan tiga dari lima rukun islam, desa Bayan Beliq yang berada di wilayah Bayan kecamatan Bayan Lombok Utara di kenal sebagai pusat adat dan keyakinan Wetu Telu.

Terdapat tiga versi pengertian adat Wetu Telu yang di yakini oleh penduduk Bayan ke tigannya terkait erat dengan hakekat kehidupan yang terjadi di Bayan. Raden Asjanom yang merupakan tokoh adat Bayan Beleq mengatakan Wetu Telu termasuk lahir, tumbuh dan beranak karena hanya tiga kemudian ada juga Wetu Telu, wet dan telu berarti wilayah kontrol ver adat ini yang di kuasai oleh pemerintah, adat istiadat, dan agama juga kita yang manusia lahir, hidup dan mati.

Hitungan tiga memang memiliki makna tersendiri dalam perjalanan hidup masyarakat penganut Wetu Telu, dalam kehidupan beragama dan kegiatan sehari–hari masyarakat Bayan memiliki hitungan yang berbeda dengan umumnya masyarakat Indonesia.

Seluruh aspek kehidupan Bayan di atur oleh tiga hukum yaitu hukum agama, hukum adat dan hukum pemerintahan, utusan adat di atur dalam sebuah lembaga adat lembaga ini di pimpin oleh seorang pemangku adat yang di sebut Tuaqloka, jabatan pemangku ini di pilih berdasarkan keturunan. Sementara utusan agama di atur oleh perangkat agama yang terdiri dari berbagai Kiai, para kiai Bayan di angkat berdasarkan garis keturunan meski demikian mereka masih harus melalui beberapa tahapan orientasi antara lain bersemedi selama 4 hari di tempat–tempat yang di anggap sakral.

Kehidupan beragama di Bayan sangat kuat bahkan ajaran agama pun di masukkan ke dalam adat yang di sebut sebagai adat kami namun ajaran agama yang di jalankan pengikut Wetu Telu lebih di dasarkan pada Ilmu Tasauf di bandingkan menjalankan syariat Islam.

Masjid kuno Bayan di bangun sekitar abad ke 17 terletak tepat di atas bukit kecil dengan ketinggian 355 meter dari permukaan laut, masjid kuno di wilayah kampung Bayan Lombok Utara ini memiliki nilai historis, bukti awal berkembangnya agama Islam di pulau Lombok, di sisi bangunan masjid terdapat beberapa Jungkuk Makam para penyebar agama Islam antara lain Makam Pawelangan, Titi Mas Sepuluh, Sasaid dan Karam Saleh. Pada hari – hari biasa Masjid Kuno Bayan ini terlihat sepi karena hanya di fungsikan pada saat–saat tertentu saja seperti Maulid Nabi, Sholat Tarawih dan Sholat Id.

Arsitektur masjid kuno bayan ini merupakan percampuran budaya Hindu Bali dengan Islam Jawa yang di bangun tanpa menggunakan paku, tinggi dindingnya di buat sangat pendek hanya satu setengah meter yang berarti lebih rendah dari rata – rata tinggi badan orang Indonesia.

Subscribe to receive free email updates:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan bijak, sesuai topik pembahasan dan jangan lupa Subscribe https://youtube.com/c/RauhunIsnaini

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel